Rabu, 13 April 2011

Saatnya Perajin Tahu dan Tempe Manfaatkan Teknologi agar Tetap Berkibar

(KOMPAS/Cetak 13 April 2011) Jika ingat tempe tahu, terbayang informasi miring tentang cara pembuatannya yang harus diinjak-injak dulu dengan kaki telanjang.

”Mana mungkin bersih ya tempe tahunya,” kata Wini (24), karyawan swasta, Selasa (12/4).

Padahal, sejak beberapa tahun silam pembuatan tahu tempe sudah mengadopsi teknologi, seperti penggilingan kedelai dengan alat giling.

”Namun, peralatan yang digunakan perajin belum benar-benar sesuai dengan standar peralatan produksi makanan. Oleh karena itu, diperkenalkanlah serangkaian peralatan sederhana tetapi tepat guna kepada para perajin, yaitu penggunaan peralatan berbahan baku stainless steel dan berbahan bakar gas,” kata Irfansyah, Ketua Program Tahu dan Tempe Mercy Corps, kemarin.

Teknologi tepat guna yang ditawarkan Mercy Corps, antara lain, drum stainless steel untuk merebus kedelai dalam pembuatan tempe. Drum ini menggantikan drum bekas yang biasanya untuk mewadahi oli. Ada juga tahang dari stainless steel yang menggantikan tahang dari kayu jati yang diperlukan dalam pembuatan tahu. Ada juga ketel uap, alat giling, dan beberapa peralatan lain. Bahan bakar yang digunakan adalah gas yang menggantikan kayu bakar.

”Drum bekas oli jelas tidak memenuhi standar kesehatan. Kalau tahang dari kayu, permukaannya tidak mulus sehingga sisa-sisa kedelai masih menempel dan mempercepat pembusukan. Produk tahu jadi tidak tahan lama. Jika pakai tahang stainless steel, tahu bisa tahan sampai 2-3 hari,” kata Irfan.

Irfan mengakui akan ada pembengkakan biaya. Rata-rata dalam satu hari seorang perajin yang mengolah sekitar 50 kilogram kedelai membutuhkan 1 kuintal kayu bakar seharga Rp 12.000. Jika memakai gas, diperlukan satu seperempat tabung gas ukuran 3 kilogram seharga sekitar Rp 18.000.

Namun, konsistensi penggunaan peralatan ramah lingkungan membuat pabrik akan lebih efisien, bersih, asap berkurang, dan produksi tahu tempe bakal terdongkrak. Otomatis, kata Irfan, yang diamini Sutaryo, Ketua Bidang Usaha Primer Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (Primkopti) Jakarta Selatan, laba pun bakal bertambah.

Di Indonesia, tahu tempe telah mempunyai nilai rantai ekonomi yang menjadi kunci bagi perekonomian lokal. Produksi tempe tahu menjadi sumber pendapatan bagi 85.000 usaha yang melibatkan 285.000 pekerja dan menghasilkan pendapatan Rp 700 miliar per tahun.

Berbekal perhitungan tersebut, Selasa pagi kemarin, perajin tahu tempe yang menjadi anggota Primkopti Jakarta Selatan diundang pada peluncuran peralatan pembuatan tahu tempe berteknologi tepat guna dan ramah lingkungan di Jalan Kalibata Tengah, Jakarta Selatan. Sembari diperkenalkan dengan peralatan baru, perajin mengikuti seminar bertajuk ”Menjawab Tantangan Perbaikan Produksi Tahu Tempe Melalui Peran Serta Primkopti dan Aplikasi Pola Pelayanan Satu Atap”. Acara ini hasil kerja sama antara Primkopti Jakarta Selatan dan Mercy Corps.

Direktur Mercy Corps Indonesia Sean Granville Ross mengatakan, kegiatan ini tidak hanya ditujukan bagi perajin untuk meningkatkan produksi.

”Ini juga menjadi titik awal untuk memberikan kenyamanan dan keamanan bagi konsumen terhadap makanan sehat dan higienis,” katanya. (NELI TRIANA)

Berita Terkait:
http://industri.kontan.co.id

0 comments:

Posting Komentar

'Related Post:' Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 


Silahkan copas [CODE]
diatas. Shout to tell us,
'n kami akan linkback:)


Tahu Tempe