Pembukaan program magang nasional, Smesco

Sedikitnya 250 peserta program magang nasional kementrian koperasi RI sedang mengikuti acar pembukaan di gedung SMESCO, jl. Gatot Subroto Jakarta..

Pembukaan praktek magang, KOPTI

Sebanyak 20 orang peserta mengikuti acara pembukaan magang dan materi hari pertama untuk sektor produksi tahu tempe. acara dilangsungkan di gedung Primkopti Jakarta Selatan, 3 November 2011

Belajar mengelola keuangan usaha

Salah satu materi yang dielaborasi dalam acara magang tersebut adalah manajemen keuangan. materi ini dirasa penting untuk menumbuhkan mental kewirausahaan yang lebih sistematis dan terencana

Memantapkan sektor tempe

Forum Tempe Indonesia (FTI) selaku salah satu narasumber dalam lanjutan magang di kantor MercyCorps, mengemukakan berbagai potensi besar yang dimiliki oleh tempe sebagai sebuah komoditas yang bukan 'remeh temeh' serta memiliki potensi ekonomi yang besar

Dinamika kelompok

Metode penyampaian yang mengedepankan partisipasi dan dialog diharapkan mampu memacu rasa keingintahuan, pelibatan diri dan integrasi pada serapan-serapan materi. Dengan demikian peserta akan lebih dalam memahami persoalan tahu tempe dan mampu merumuskan ide-ide lebih segar

Turun dapur tempe

Praktek di dapur tahu tempe, melihat dan merasakan langsung proses produksi tempe bagi peserta diharapkan dapat memberi gambaran yang lebih gamblang tentang tempe, pola produksi dan berbagai permasalahannya

Angkat tempe ke tempat penyimpanan

Meski sebagian besar peserta adalah putra-putri para produsen tempe, dengan mengajak mereka melihat dan merasakan proses pembuatan tempe di tempat lain diharapkan mampu memberi ruang perbandingan untuk menajamkan gambaran tentang sektor tahu tempe

Take gambar di lokasi praktek magang

Proses pendokumentasian acara magang oleh petugas yang ditunjuk kementrian koperasi, nantinya diharapkan mampu memberi informasi yang lebih yang dapat meyakinkan putra-putri perajin, dan masyarat umum, bahwa sektor tahu tempe memiliki andil yg besar dalam putaran ekonomi bangsa karena jumlahnya yang mencapai ribuan

Kopti Jaksel Vis a vis Kopti Kendal

Kopti Jakarta Selatan sedang melakukan sharing pengalaman dengan pengurus Kopti Kendal jateng. Pertemuan tsb diharapkan saling ukur kekuatan dan kelemahan dari masing-masing lembaga untuk upaya perbaikan kinerja organisasi dan usaha kedepan.

Gudang tempe Pak Sohibien

Tampak Pak Sohibin (perajin tempe) sedang menunjukkan gudang tempe miliknya. tempe-tempe yang telah diproses dan dikemas akan diletakkan ditempat ini untuk selanjutnya siap dilempar ke pasar.

Promosi Peralatan produksi Higienis

Tampak Pak Ateng (distributor) sedang dengan bersemangat mempromosikan peralatan produksi yang dijual di showroomnya seperti ketel uap, bronjong, dandang, mesin pemecah kedelai hingga cetok tahu, yang kesemuanya berbahan stainless steel.

Demonstrasi Ketel Uap Tahu

Peserta launching berkesempatan menyaksikan showroom peralatan produksi tahu dan tempe, termasuk demo ketel uap untuk permbuatan tahu berbahan bakar LPG hasil besutan Pak Eman asal Ciamis ini.

Equipment Launching Bekasi

Sedikitnya 80 produsen tahu dan tempe hadir dalam acara Diskusi dan Peresmian Kerjasama antara SNP Finance dan distributor peralatan di Margahayu, Bekasi(23/09/11)

Workshop pembuatan tempe

Peserta workshop pembuatan tempe tengah dengan serius mendengarkan penjelasan dari Pak Sunoto, perajin tempe percontohan program TnT Mercycorps di Kramat Djati, Jakarta Selatan (17/08/11).

Sosialisasi Pola Produksi Higienis Jakut

M. Ridha tengah memberikan presentasi terkait pola produksi tahu dan tempe higienis dalam acara pendampingan yang diselenggarakan oleh Sudin Pemerintahan dan KOPTI Jakarta Utara.

Labeling sebagai kontrol kualitas

Tim TnT Mercycorps tampak sedang terlibat diskusi tentang branding bersama dua perajin tempe asal Kranggan, Sarbun dan Muslim. Di rumah yang sekaligus pabrik milik Pak Sarbun tsb mereka bertekat memulai proses branding sebagai langkah lanjut..

Perajin menentukan desain label

Pak Muslim, seorang perajin asal Kranggan Bekasi, tampak sedang berargumentasi mengenai nama label yang akan dipakainya dalam proses branding: akhirnya label "Tempe Pak Mus Pekalongan" dipilihnya dengan yakin sebagai alternatif terbaik.

"Tahuku" diserbu pengunjung

Stand tahu higienis bebas formalin, "TAHUKU" milik Pak Carido dari Mampang tampak diserbu pengunjung hingga ludes terjual, dalam event bertajuk Festival Makanan Nusantara di halaman kantor Walikota Jakarta selatan (28/07).

Setuju tanpa formalin!

Beberapa pengunjung stand tampak terlibat pembicaraan serius tentang proses produksi tahu higienis dan menghindari penggunaan formalin sebagai pengawet.Seorang anggota tim MercyCorps tampak ikut bergabung dalam percakapan tersebut

Boot TnT MercyCorps di MEKAR 2011

Boot TnT Program MercyCorps mendisplay peralatan produksi stainless steel sebagai sarana promosi produk tahu dan tempe higienis dan ramah lingkungan. Sementara itu beberapa produk tempe ludes diserbu pengunjung

Stainless steel untuk produk higienis

Ridha menjelaskan fungsi peralatan berbahan stainless sebagai salah satu cara yang sangat mendasar. selain lebih mudah untuk membersihkan, pemakaian alat ini dapat menekan resiko tercampurnya kacang kedelai dengan karat yang berbahaya untuk terkonsumsi oleh manusia

Rame-rame borong tempe

Pengunjung yang sebagian besar adalah kalangan pebisnis muda beramai ramai saling kunjung stand untuk bertukar informasi. Beberapa pengunjung tampak singgah di boot TnT dan memborong beberapa produk tempe yang sebenarnya disediakan untuk sample display

Mendeteksi potensi bisnis dan investasi

Team TnT MercyCorps tengah menjelaskan kepada seorang pengunjung tentang perbedaan produk tahu tempe yang diproduksi secara konvensional dengan produk higienis yang telah menggunakan peralatan berbahan stainless steel dan LPG gas sebagai bahan bakarnya

Stand KOPTI Jaksel di Harkopnas Expo

Harkopnas Ekspo 2011 diselenggarakan di Istora Senayan Jakarta dalam rangngka memperingati Hari Koperasi nasional ke-64. Ekspo diikuti oleh banyak kalangan pelaku usaha kecil dan menengah dari berbagai kota dan provinsi di Indonesia

Tester tahu tempe PRIMKOPTI Jaksel

Selain menyediakan fresh tempe higienis yang masih hangat dan siap olah, stand PRIMKOPTI Jaksel juga menyediakan beberapa jenis olahan tahu dan tempe yang sudah dikemas rapi dan berlabel. Pengunjung dapat mencicipi tester gratis di lokasi expo

Kunjungan artis dan pejabat negara

Selain ramai dikunjungi oleh kalangan umum dan mendapat apresiasi yang positif, stand Primkopti Jaksel juga menerima kedatangan beberapa pejabat kementrian koperasi, gubernuran DKI serta Dekopin.

Tampilkan postingan dengan label Tempe Producer. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tempe Producer. Tampilkan semua postingan

Jumat, 30 Desember 2011

Pengrajin Tempe Dikagetkan Penetapan Bea Masuk Kedelai Impor 5%


Jakarta - Pemerintah akan kembali menetapkan bea masuk kedelai impor sebesar 5% mulai 1 Januari 2012. Setelah sebelumnya kedelai dibebaskan bea masuknya (0%)

"SK (surat keputusan) berlaku 1 Januari 2012," kata Ketua II Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Sutaryo kepada detikFinance, Kamis (29/12/2011)

Ia mengatakan adanya rencana penetapan bea masuk impor itu membuat harga kedelai sudah naik di akhir Desember 2011. Para importir maupun pedagang telah menaikan harga kedelai Rp 200-250 per Kg.

"Posisi harga kedelai sekarang Rp 5800-6000 per Kg di pedagang, padahal sebelumnya masih Rp 5.500-5600," katanya.

Menurutnya para anggota Gakoptindo awalnya tak mengira kenaikan ini karena akan adanya pengenaan bea masuk kedelai awal tahun depan. Selama ini para perajin tempe masih menganggap wajar kalau harga kedelai naik turun Rp 50-100 per Kg.

"Kita harus menanggung dua kenaikan yaitu karena ada kenaikan kedelai di Amerika juga, jadi dua kali tumpangan," katanya.

Sebelumnya, pemerintah membebaskan bea masuk komoditas kedelai dan tepung terigu hingga 31 Desember 2011. Keputusan itu tertuang dalam peraturan menteri keuangan atau PMK Nomor 13/PMK.011/2011 yang menetapkan tarif bea masuk untuk komoditas kedelai dan tepung terigu ditetapkan nol persen.

Dalam PMK Nomor 13/PMK.011/2011 ditetapkan bahwa tarif bea masuk untuk kedelai akan kembali dinaikkan pada 1 Januari 2012 menjadi 5%. Hal ini tercantum dalam pasal 2 ayat 2.(hen/qom)

Jumat, 23 Desember 2011

Ketel Uap (Steam Boiler) LPG Untuk Tahu

Penggunaan kayu bakar dalam industri kecil khususnya industri tahu merupakan masalah tersendiri yang sampai saat ini masih menjadi dilema bagi pengrajin. Semenjak pencabutan subsidi minyak tanah beberapa tahun yang lalu membuat kayu menjadi alternatif utama untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar.

Tingginya tingkat polusi yang dihasilkan oleh kayu bakar, rendahnya efisiensi kalor, ketiadaan ruang untuk menyimpan kayu bakar, serta naiknya harga kayu bakar menjadi momok bagi pengrajin tahu. Kebutuhan kayu bakar pada indiustri tahu tradisional berkisar antara 1,5 ton/ukm perhari dan jika diakumulasikan dengan jumlah ukm tahu yang ada di jabodetabek yang berkisar antara 2500-3000 ukm maka kebutuhan kayu bakar pengrajin tahu di jabodetabek perhari adalah 4000-4500 ton/hari.

Penggunaan ketel uap yang berbahan bakar LPG merupakan solusi yang dianggap cukup tepat karena minim polusi, memiliki efesiensi kalor yang tinggi serta tidak membutuhkan ruang yang luas untuk penyimpanan.

Penggunaan LPG sebagai bahan bakar berkonsekuansi pada desain ketel yang harus sesuai dengan karakter LPG tersebut, sehingga pengrajin tahu harus melakukan investasi yang relative besar jika ingin menggunakan LPG. Oleh karena itu Mercy Corps mencoba mensosialisasikan teknologi tersebut dengan mendatangkan satu unit ketel berbahan bakar LPG yang di produksi oleh Fateta UGM Jogjakarta. Ketel tersebut di hibahkan kepada pengrajin tahu yaitu H. Momo Sutisna yang  berlokasi di Utan kayu Jakarta timur, Adapun dengan pemasangan ketel uap berbahan bakar LPG ini diharapkan nantinya dapat menjadi model bagi pengrajin tahu lainnya di Jabodetabek sehingga mau untuk beralih dari kayu bakar ke LPG.

Biaya bahan bakar yang dikeluarkan oleh pengrajin tahu dengan ketel uap LPG ini diharapkan mampu menghemat 15-20% biaya bahan bakar jika dibandingkan dengan biaya bahan bakar kayu. disamping itu kebersihan tempat produksi juga menjadi lebih baik dengan tidak adanya asap dan debu.

Rumah Tempe Indonesia

Rumah Tempe Indonesia dibangun untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan tempat produksi tempe yang ideal dan menghasilkan tempe yang berkualitas, disamping itu Rumah Tempe Indonesia juga ditujukan sebagai tempat pendidikan, pelatihan dan penelitian yang terkait dengan produk tempe yang berskala nasional.

Gagasan pembangunan Rumah Tempe Indonesia di inisiasi oleh Mercy Corps, Forum Tempe Indonesia serta Primkopti Kabupaten Bogor. Sebagai langkah awal PT.Gerbang Cahaya Utama yang merupakan Importir kedelai terbesar di Indonesia turut andil untuk mewujudkan Rumah Tempe Indonesia dengan memberikan dana hibah sebesar Rp 100.000.000 yang digunakan untuk pembangunan tahap pertama. Lokasi Rumah Tempe Indonesia yang berada di kota Bogor diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengrajin tempe se JABODETABEK serta Jawa Barat dan Banten

Konsep produksi yang diterapkan di Rumah Tempe Indonesia di desain sedemikian rupa agar dapat ditiru dan diterapkan oleh para pengrajin tempe tradisional seperti penggunaan LPG sebagai bahan bakar, drum stainless steel, serta peralatan lainnya yang memenuhi kriteria hygiene.

Rumah Tempe Indonesia dikelola secara professional dengan mengutamakan kemandirian sehingga keberadaannya tidak lagi akan disupport oleh lembaga lain untuk jangka panjang. Oleh karena itu konsep pengelolaan Rumah Tempe Indonesia bertujuan untuk dapat menghasilkan keuntungan dan akan dipergunakan sebagai modal menjalankan usaha serta melakukan kegiatan sosial untuk memperomosikan tempe yang berkualitas.

Produk tempe yang dihasilkan oleh Rumah Tempe Indonesia akan dipasarkan untuk memenuhi segmen konsumen yang mengutamakan kualitas serta kebersihan produk, oleh karena itu pasar yang akan disasar tidak akan bertabrakan dengan pasar pengrajin tradisional. Salah satu pasar yang akan menjadi target dari produk Rumah Tempe Indonesia adalah pabrik pengolahan makanan ringan, diharapkan dengan menjadi pemasok pabrik yang berskala besar maka diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi pengrajin tradisional untuk dapat melihat pasar potensial lain serta melihat standar produk yang diminta.

Rabu, 07 Desember 2011

Suwarno: Terdorong Bikin Tempe Berkualitas

Suwarno – Pengrajin tempe kelahiran Pekalongan 62 tahun yang lalu itu tampak lebih muda 10 tahun dari usian sebenarnya. Pabrik tempe miliknya yang berlokasi  di Kavling Serpong RT 02/04 Kelurahan Serpong, Kecamatan Serpong, Tangerang Selatan telah berdiri sejak tahun 1990.

Dalam menjalankan roda usahanya, Pak Suwarno melibatkan isteri dan  4 orang anaknya serta 3 orang keponakannya yang tinggal serumah dengannya. Anak laki-lakinya yang saat ini masih kuliah sementer 6 di Pamulang lebih banyak membantu di proses produksi tempe, sedangkan putrinya yang juga kuliah di semester 2, bersama ibunya menjual tempe di pasar Serpong.

Di awal November 2011, Pak Suwarno membeli seperangkat peralatan produksi stainless steel ( Drum stainless ukuran 90kg, LPG dan mesin pengupas kulit kedelai) dari CV- Kubangan Prima. Informasi alat produksi dari stainless steel diperoleh dari Nuraji – pengrajin tempe asal Kranggan, Bekasi yang memperoleh subsidi pembelian drum stainless dari Mercycorps Indonesia. Pak Nuraji sendiri tak lain adalah  adik dari  Suwarno.

Perubahan yang paling dirasakan oleh Suwarno dengan mengganti peralatan stainless dan gas LPG  adalah karena kemudahan penggunaannya.

"Sekarang saya tidak perlu lagi membungkuk untuk mengambil kedelai yang telah direbus, untuk dipindahkan, untuk perendaman dan tentunya tidak membuat sakit pinggang..haha..".

Begitu pula penggunaan gas menurutnya telah menghemat waktu sekitar 3 jam,

"Biasanya merebus kedelai 250 kg mulai dari jam 9 pagi hinggá jam 3 sore, sekarang dari jam 9 pagi hinggá jam 11.  Kemudian masalah asap dan suhu udara di rumah juga lagi tidak panas"

Pergantian peralatan dan bahan bakar telah memberikan banyak manfaat bagi Pak Suwarno seperti  rumah tidak lagi banyak asap, waktu istirahat lebih panjang, hemat tenaga, rumah lebih bersih karena tidak ada tumpukan kayu dan alat baru ini bisa awet sampai 10 tahun. 

Penggunaan alat stainless telah menarik perhatian pengrajin disekitar Serepong seperti Bu Sidon dan Riyanto. Mereka juga berkeinginan mengganti peralatan produksi yang lama dengan stainless.

Pak Suwarno juga turut serta dalam program branding dari Mercycorps. Perkenalannya dengan Mercycorps melalui Pak Nuraji dengan memberikan informasi nomor telephone staff lapangan Mercy yaitu  Ana dan Aliq.

Proses pembuatan Merk Suwarno terhitung cepat. Setelah 2 minggu, tempe dikemas dengan menggunakan plastik bermerk  Tempe Suwarno, justru mengingatkannya pada Surat Izin Usaha, P- IRT (Pangan Industri Rumah Tangga), dan Izin Depkes yang perñah ia miliki 16 tahu lalu dengan nama Maju Jaya. Selain itu,  Pedagang di Pasar Serepong juga memberikan rekomendasi kepada konsumen. “Ini tempe yang enak", ujar seorang pedagang sembari menunjuk tempe merk Suwarno. Pembeli juga sudah mengenal Merk Suwarno. Bagi Pak Suwarno sendiri branding sangat penting karena produknya bisa dikenal lebih luas dan memotivasinya untuk menggunakan bahan-bahan yang berkualitas terutama kedelainya. Saat ini ia menggunakan kedelai super.

Meskipun baru hitungan bulan menggunakan kemasan berlabel dan menjualnya dengan harga Rp.7000/pieces serta menggunakan peralatan stainless, tetapi Pak Suwarno sudah mulai melihat kenaikan kapasitas produksi sebanyak 15 kg dalam catan pembukuannya, yaitu dari 250 kg/hari menjadi 265 kg/hari.[Yuyu/Irfan]

Jumat, 02 Desember 2011

Pak Munziat : Sukses...Sukses...Sukses!

Diusianya yang ke 44, Pak Munziat, seorang pengrajin tempe asal Pekalongan,  tengah menanti kelahiran anak ke tiga dari isteri tercintanya, Muhafsah. Laki-laki yang beralamat di Jln RA. Kartini gang Mawar 6, Bekasi Kidul 08/13 Margahayu itu memiliki kata-kata sakti dalam menjalankan usahanya: Sukses.. Sukses.. Sukses!.

Dalam perjalanan hidupnya, Munziat kecil tinggal bersama pamannya yang juga seorang pengrajin tempe.  Sepuluh tahun Pak Munziat belajar membuat tempe hingga menjualnya di pasar sembari nyambi menjadi tukang kuli “anti repot” yang diupah hanya Rp 25 (dua puluh lima rupiah). Di usia 19 tahun, ia memberanikan diri untuk mandiri dan mulai membuka usaha tempe sendiri di Bekasi. Semangat untuk sukses mendorong setiap ayunan langkah usahanya, “Jika orang lain bisa, saya juga Bisa”, begitulah tekad itu tertanam kuat dalam batinnya. Dengan bermodal uang Rp 20.000, pada tahun 1988, ia pun memulai membuka usaha tempe.

Ternyata langkah awal menjadi pengrajin tempe tidaklah mudah. Beberapa kendala sempat dialami oleh Munziat seperti air yang digunakan untuk mencuci kedelai diambil dengan menggunakan pompa tangan. dan Padahal ia membutuhkan berember-ember untuk sekedar membersihkan kedelai. Tantangan kedua adalah proses memecah kedelai yang saat itu masih dengan cara diinjak-injak. Sehingga Praktis, seluruh waktunya habis tersita untuk mengerjakan pembuatan tempe. Hingga tahun 1990, ia pernah mengkhayal akan ada alat yang dapat membantu memudahkan proses pembuatan tempe.

Tahun 1995, saya mengganti pompa tangan milik saya dengan pompa jet pump dan ini mempermudah kerja saya. Kemudian, tahun 2003, saya mendapat informasi dari Kopti Jakarta Selatan bahwa ada mesin pemecah kedelai. kemudian saya pun lalu membeli alat tersebut. Tetapi untuk proses perebusan saya masih menggunakan drum bekas oli dan kayu bakar.

Tahun 2009, saya berkenalan dengan Mercycorps yang memberikan bimbingan produksi bersih dan mengikuti pelatihan Pola Produksi Bersih bersama Forum Tempe Indonesia. Setelah pelatihan itu, saya mendapat subsidi drum stainless dari Mercycops dan  langsung menggunakannya. Desain ruang produksi saya rubah atas biaya saya sendiri dengan membuat cerobong asap ke atas. Sekarang ini saya sudah menggunakan gas untuk merebus kedelai.

Saya merasakan manfaat dari setiap perubahan yang saya lakukan, penggantian peralatan produksi tersebut telah mempermudah pekerjaan saya, menghemat waktu, tenaga dan ruang produksi pun menjadi bersih.

Saya bersyukur dan merasa senang karena selain saya sendiri bisa memperbaiki produksi sendiri, ada 10 perajin tempe yang juga telah bisa berproduksi sendiri setelah sebelumnya ikut dapur produksi saya. Pencapaian ini juga membuat saya bermimpi  untuk memiliki rumah produksi tempe yang diatur khusus untuk kelangsungan produksi yang efisien, higienis dan ramah lingkungan sebagaimana diupayakan selama ini oleh Mercycorps.(Yuyu)

Kamis, 01 Desember 2011

Gagasan Kreatif Usaha Tahu Tempe

Program magang nasional sektor tahu tempe yang dihelat bersama antara Kementrian Koperasi dan Mercycorps Indonesia akan segera berakhir dan ditutup pada 6 Desember 2011. Kegiatan yang sudah berlangsung selama satu bulan tersebut berjalan dengan cukup lancar melalui berbagai kegiatan baik yang bersifat teoritis maupun aplikasi lapangan. meski tak sepenuhnya mudah, para peserta yang sebagian besar tak lain adalah putra putri perajin tahu dan tempe terlihat berusaha menyerap berbagai materi yang diberikan untuk memantapkan keyakinan bahwa sektor tahu tempe bisa jadi pilihan usaha yang memiliki prospek sangat potensial, terutama bila mampu dikelola dengan pendekatan yang lebih segar.

Dalam acara presentasi proposal usaha yang dilaksanakan di kantor kementrian koperasi (1/12/11), para peserta yang dibagi dalam beberapa kelompok, masing-masing menyampaikan gambarannya terkait berbagai bentuk usaha yang bisa jadi pilihan kedepan dengan berbagai perhitungan dan rencana yang diupayakan sematang mungkin.

Sebanyak 20 peserta yang hadir dalam kesempatan tersebut tampak bersemangat dan saling "serang" atas masing-masing presentasi yang disampaikan penyaji pada sesi dialog. berbagai ide usaha yang bahkan terdengar "asing" di telinga pun mencuat dalam sesi tersebut, semisal ide usaha produk tempe aneka rasa, chocolate tempe, juice tempe, kripik tahu underdog hingga one stop tempe dan produksi tempe generasi 2.

"Tempe aneka rasa merupakan terobosan menarik yang coba kami kembangkan, mengingat saat ini banyak sekali jenis-jenis makanan olahan dari hasil pengembangan makanan yang sebelumnya sudah ada. membuat tempe dengan rasa coklat bisa jadi pilihan yang akan menarik perhatian konsumen anak muda dan masyarakat pada umumnya untuk mencobanya", kata seorang penyaji membeberkan latar belakang usaha dalam presentasi proposalnya.

Menanggapi feedback forum yang mengkritik idenya sebagai hal yang kurang cocok untuk produk olahan tempe, sang penyaji pun menambahkan bahwa inovasi dan penelitian akan tetap bisa dikembangkan karena saat ini mereka ingin lebih terkonsentrasi pada cetusan ide dasar pengembangan usaha.

Muncul juga dalam forum tersebut cetusan ide produksi kripik tahu dengan brand underdog. entah apa maksud dari pemakaian kata underdog tapi yang jelas proposal usaha tersebut lebih memusatkan perhatian pada produksi kripik dari bahan dasar yang diambil dari ampas tahu. menurut penggagasnya, usaha ini meski tak besar bisa menjadi pilihan cukup taktis karena biasanya ampas tahu hanya digunakan untuk pakan ternak atau bahkan dibuang begitu saja.

"jika kita bisa memanfaatkan ampas tahu menjadi produk yang bisa bernilai ekonomi tentu hal tersebut akan sangat baik, karena tentu bahan dasar kripik akan bisa kami daptkan dengan mudah dan murah, bahkan gratis", ujar sang penyaji.

Sedikitnya 9 kelompok dengan jenis proposalnya masing-masing mencoba menyampaikan presentasinya pada forum yang merupakan hari terakhir dari program magang tersebut. Selain memberi berbagai gambaran usaha dan prospeknya, dalam kaitan tersebut para penyaji tak ketinggalan menyampaikan analisa usaha yang direncanakannya seperti mengenai volume produksi, investasi, penyusutan dan pendapatan. Meski tak semuanya mengajukan konsep dengan cukup baik, tapi Drs. Sanata, instruktur bidang perkoperasian dan kewirausahaan Kemenkop, dengan terus terang memuji semangat dan gairah kreatifitas peserta yang sedikit banyak telah memahami alur usaha yang lebih terencana dan matang.

"Sudah sepatutnya kita memperhitungkan berbagai aspek dari setiap usaha yang dijalani, dimana kematangan dalam menentukan produk, bidikan market dan manajemen keuangan menjadi sedemikian krusial untuk diperhatikan", kata Sanata.

Dalam review yang disampaikannya atas keseluruhan presentasi peserta, beliau memberi catatan yang harus benar-benar menjadi perhatian wirausahawan muda, bahwa selama ini sebagian besar usaha-usaha kecil seringkali tidak jeli dalam mendiskripsikan bentuk usaha secara spesifik ditambah manajemen keuangan yang masih sering asal-asalan.

"Jenis usaha yang dijalankan harus jelas. misalnya usaha tempe rasa, harus jelas rasa apa saja yang hendak dikembangkan. tidak bisa hanya dengan deskripsi aneka rasa karena hal tersebut juga berkaitan dengan bahan-bahan yang akan dipakai dalam proses produksi, dan karenanya juga seluruh potensi pengeluaran dalam proses usaha harus dengan detail dicantumkan seperti gaji karyawan dan transportasi karena hal ini terkait dengan biaya produksi dan perhitungan laba nantinya", tambahnya.

Sementara itu Ibu Mira dari Swisscontact sempat menanggapi diskusi peserta dengan memberi saran digunakannya forum-forum jejaring sosial yang marak sekarang ini. dicontohkannya kasus keripik Mak Icih yang meroket omsetnya melalui promosi gratis dengan memanfaatkan jejaring sosial seperti facebook dan twitter.

"usaha promosi menantang kita dengan terobosan atas berbagai kemungkinan jalan yang bisa ditempuh untuk memperkenalkan produk. dan pemanfaatan jejaring sosial menjadi pilihan yang sangat murah bahkan gratis untuk ikut mendorong peningkatan usaha kita", ungkap Mira.

Rabu, 23 November 2011

SNI Untuk Tempe

Peningkatan mutu dan daya saing nasional di pasar lokal maupun global hanya dapat dicapai apabila standardisasi  berfungsi dan oleh sebab itu maka BSN telah menggagas adanya satu Gerakan Nasional Penerapan SNI. Demikian ditegaskan Bambang Setiadi, Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), saat pembukaan Seminar Nasioanal Standardisasi dalam rangka Bulan Mutu Nasional yang berlangsung di Jakarta, 15-16 November 2011 yang lalu.
Acara yang diikuti oleh kalangan pelaku usaha, pemerintah daerah, universitas dan berbagai organisasi dan mitra BSN tersebut diisi diantaranya dengan Seminar, Penganugrahan SNI Award 2011, temu panitia teknis serta pameran dan pelatihan. Selain itu dilakukan juga penandatanganan kerjasama teknis dengan beberapa universitas.

Menurut data yang dilansir, BSN saat ini telah memberikan akreditasi standar pada 500 laboratorium dan 7.000 SNI, dimana salah satunya adalah standardisasi untuk produk tempe yang telah melalui pembahasan di Jenewa.

SNI Untuk Tempe
Akhirnya perjalanan panjang Indonesia dalam memperjuangkan standar untuk tempe  menjadi standar Regional Asia disetujui Sidang Codex Alimentarius Commission yang sedang berlangsung di Geneva, 4-9 Juli 2011. Sidang yang dihadiri oleh  140 anggota negara di dunia ini menyetujui usulan Indonesia agar tempe dapat dijadikan suatu standar regional.

Jika kita mempelajari sejarah tempe melalui  suatu laporan yang berjudul “A Special Report on The History of Traditional Fermented Soy foods”  yang ditulis oleh  William Shurtleff  dan  Akiko Aoyagi,  pada halaman pertama mengenai “History of Tempe”, ditulis  bagaimana tempe memasuki negara-negara Amerika, Sri Lanka, India, Jepang, Afrika dan negara Asia Tenggara. Sejak tahun 1800 orang-orang Jepang telah melakukan perjalanan ke Indonesia. Ilmuwan mikrobiologi ternama dari Jepang yang mempelajari tempe adalah  Dr. Ryoji Nakazawa. Pendorong utama meningkatnya konsumsi tempe adalah mulai populernya istilah makanan alami atau organik, diet anti daging atau vegetarian  dan munculnya banyak makanan dari soya. Di awal 70-an Amerika mengalami kebangkitan persepsi masyarakat mengenai arti kesehatan, nutrisi, fitnes, sumber rendah protein, diet rendah daging , kelaparan di bumi dan kehidupan yang lebih bermakna. Pada tahun  1977 Liem, Steinkraus and Cronk membuktikan bahwa tempe adalah salah satu sumber vitamin B-12 bagi vegetarian. Vitamin B-12 itu diproduksi oleh bakteri  Klebsiella.

Tempe  mulai menjadi perhatian masyarakat ilmiah ketika diselenggarakannya suatu symposium yang disponsori oleh PBB yaitu  International Symposium on Indigenous Fermented Foods (SIFF). Kegiatan tersebut  diselenggarakan bersamaan dengan the Fifth International Conference on the Global Impacts of Applied Microbiology (GIAM V) di  Bangkok, November 1977 yang dihadiri oleh lebih 450 ilmuwan tekenal dari seluruh dunia. Pada symposium itu didiskusikan  17 makalah tentang tempe, jumlah ini adalah makalah terbanyak untuk pembahasan makalah satu jenis makanan. Gerakan tempe mendunia terjadi karena didorong oleh berbagai faktor, selain faktor ilmiah. Faktor tersebut ada sejak tahun 1983 diantaranya,  (1) tempe mulai polpuler di Amerika dan Eropa , (2) Kegiatan  KOPTI,  suatu asosiasi pembuat tempe di Indonesia, (3) Tumbuhnya masyarakt pengikut diet Jepang di internasional  dan (4) Meningkatnya gambaran positif pentingnya makanan  dari kedelai sebagai sumber pangan dengan kandungan nutrisi tinggi.

Dengan sejarah panjang itu, perjuangan mengusulkan tempe menjadi standar regional Asia adalah bagian dari puncak keberhasilan untuk menjadikan tempe sebagai bagian industri pangan penting, atau bahkan mungkin terpenting di Indonesia. Dimana, data menunjukan bahwa industri tempe di Indonesia saat ini melibatkan 32.171 jumlah unit usaha, jumlah tenaga kerja 83.352 orang, nilai bahan baku dan bahan pembantu  Rp. 54,9 Triliun, nilai produksi Rp. 92, 3 Triliun dan nilai tambahnya mencapai Rp. 37,3 Triliun. Dengan keberhasilan mengusulkan standar tempe menjadi new work di sidang ke 34 Codex Alementarius Commission ini, maka langkah-langkah yang akan ditindak lanjuti adalah mengajukan di sidang CCAsia tahun 2012, adopsi step 5 pada sidang CAC ke 36, menyusun draft standard pada sidang CCAsia ke 19 dan akhirnya dapat diadopsi di Sidang CAC ke 38 sebagai standar regional pada tahun 2015. Saat ini standar teknis untuk tempe yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia adalah SNI 3144:2009, yang telah berlaku sejak ditetapkan, yakni9 Oktober 2009.

Pelaku Usaha Tempe Bisa Mendapatkan SNI
Bagi pelaku usaha atau industri tempe yang ingin produknya berlabel SNI bisa mencari informasi terlebih dahulu melalui website: www.bsn.go.id lalu unggah SNI. “Produknya pasti akan lebih berkualitas,” tutur Kepala Badan Standarisasi Nasional, Bambang Setiadi. Namun sayang hingga saat ini belum semua industri tempe menerapkan SNI pada produknya karena masih bersifat sukarela. Badan Standar Nasional pun berjanji akan makin gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat supaya produk tempe Indonesia berstandar SNI.

***
Sumber:
codexindonesia.or 
http://www.bsn.go.id/news_detail.php?news_id=3134
wartaekonomi.co.id, Selasa 15 November 2011.

Senin, 07 November 2011

Melanjutkan Estafet Tahu Tempe: Magang Usaha Bagi Putra-putri Perajin

Dalam upayanya membangun mental kewirausahaan di kalangan muda dan membuka peluang kerja, Kementrian Koperasi dan UKM membuka Program Magang Dan Gelar Informasi Pendidikan Perkoperasian Indonesia 2011 digedung SMESCO Jl. Gatot Subroto, Jakarta (1/11/11).

Deputi pengembangan SDM Agus Muharam mengatakan, program ini merupakan solusi yg ditawarkan pemerintah untuk mengatasi pengangguran, serta mendorong kewirausahaan.

Menurutnya, program hasil kerjasama pemerintah dan swasta ini akan mendidik mahasiswa dan pemuda secara langsung di berbagai perusahaan, yang akan berguna jika mereka nanti masuk dunia kerja sebagai wirausaha.

Agus muharam juga menjelaskan, hal itu untuk menjembatani kekosongan antara dunia pendidikan dengan dunia kerja, serta keinginan pemuda untuk memulai usaha baru.

Program T&T MercyCorps Indonesia yang juga ambil bagian dalam kemitraan acara tersebut telah mengkoordinasikan sedikitnya 20 orang peserta yang hampir seluruhnya adalah putra-puteri perajin tahu tempe di wilayah Jakarta.

"Sebagian besar peserta magang yang kita tangani adalah potensi calon penerus usaha tahu dan tempe. Kita berharap mereka benar-benar serius untuk mengikuti program ini sehingga nantinya usaha tahu tempe dapat berkembang dengan pendekatan usaha baru yang lebih segar, dengan manajemen usaha yang rapih dan berwawasan enterprenership yang mantap", demikian disampaikan Yuyu Rahayu dari Tim T&T.

Seusai pembukaan, acara yang sedianya akan berlangsung selama sebulan penuh dan diikuti oleh kurang lebih 250 peserta tersebut diserahkan penanganannya kepada masing-masing pendamping magang. Bidang usaha tahu tempe yang di-lead langsung Tim T&T sendiri memulai acara orientasi dan pelatihan di ruang pertemuan kantor KOPTI Jakarta Selatan (3/11/11).

Hari pertama pelatihan yang menghadirkan Pak Ade (Swiss Contact), Sutaryo (KOPTI Jakarta Selatan) dan MercyCorps sendiri berlangsung cukup lancar. Pak Ade yang memulai paparannya tentang kewirausahaan dengan menunjukkan sebuah rekaman video yang dicapture dari sebuah siaran televisi, menekankan pada upaya kreatif untuk menangkap peluang usaha dari lingkungan sekitar.

"Kalau kita jeli sebenarnya kesempatan membuka usaha tersedia di lingkungan kita. Meski mungkin dimulai dengan skala yang kecil, tapi jika dilakukan dengan kapasitas manajemen yang baik, usaha tersebut bisa berkembang dengan potensi profit yang menjanjikan", demikian papar Pak Ade.

Sementara itu Sutaryo, kepala bidang usaha Kopti Jakarta Selatan meyakinkan peserta akan potensi besar yang ada dalam usaha tahu tempe.

"Tahu dan tempe harus dikelola dengan terobosan-terobosan yang baru. Bekal pendidikan yang anda miliki misa menjadi modal mengembangkan usaha ini menjadi lebih maju", demikian dikatakan Sutaryo.

Selanjutnya materi pola produksi bersih yang disampaikan M. Ridha kembali mengajak pada perubahan prilaku produksi sebagaimana selama ini diterapkan pada produksi tahu dan tempe. Dengan melakukan perubahan prilaku produksi, selain produk menjadi meningkat kualitasnya, hal tersebut akan memberi sumbangan penting bagi tumbuhnya usaha tersebut sebagai peluang bisnis yang menjanjikan.

Gatot Syafdiono dari program OWOF MercyCorps yang digandeng T&T untuk menyuntikkan materi manajemen keuangan usaha menutup hari pertama pelatihan tersebut dengan berbagai pendekatan dinamika kelompok. Dengan pendekatan ini diharap materi pelatihan akan berlangsung aktif dan mendorong partisipasi peserta.

"Melalui study kasus dan permainan, materi akan lebih mudah terserap oleh teman-teman, selain mengatasi dapat kejenuhan", kata Gatot di sela-sela pelatihan.

Orientasi dan Pelatihan hari pertama Magang tahu tempe tersebut ditutup pada pukul 16.00 dan rencananya akan dilanjutkan kembali pada keesokan harinya. Dari hasil kontrak belajar peserta, materi akan dimulai pada pukul 9.00 pagi hari hingga 16.00 di tempat yang sama. Penajaman materi manajemen keuangan usaha pada hari kedua tersebut selanjutnya akan menjadi bekal bagi peserta sebelum kemudian mereka di"distribusikan" ke tempat-tempat usaha tahu tempe di wilayah jakarta Selatan sepanjang bulan november 2011. (Loji)

Rabu, 02 November 2011

Perajin Tahu Tempe Jaksel Ikuti Bimbingan Teknis bagi Makanan dan Minuman

Sedikitnya 50 orang perajin tahu dan tempe di wilayah jakarta selatan berkumpul di lantai IV Kantor Kecamatan Mampang, Jakarta Selatan untuk mengikuti Bimbingan Teknis bagi Makanan dan Minuman yang diselenggarakan oleh Sudin Industri dan Energi (26-27/10/11).

Kegiatan yang salah satunya bermitra kerja dengan Primkopti Jakarta Selatan itu bertujuan untuk memberi proyeksi teknis terkait prosedur standard pengolahan makanan dan minuman, serta peraturan-peraturan pemerintah menyangkut hal tersebut. Sayangnya mengenai proses pengolahan makanan, khususnya tahu dan tempe tidak secara spesifik dibahas. Kekosongan materi ini selanjutnya diisi oleh Tim T&T MercyCorps dengan kembali mengelaborasi pentingnya proses produksi bersih.

M. Ridha yang menyampaikan materi tersebut pada 27 Oktober malam menekankan lagi akan pentingnya pola produksi bersih bagi usaha produksi tahu dan tempe. Peserta yang sebagian telah mengikuti acara study banding produksi tempe di Semarang tiga hari sebelumnya pun tampak menikmati alur materi itu dengan suasana yang cukup cair dan partisipatif sehingga juga memudahkan narasumber untuk mengembangkan dinamika forum. Sesi ini dilengkapi dengan rekaman video testimoni oleh Pak Sohibien, seorang produsen tempe sukses asal Semarang.

Selain tentang produksi bersih (cleaner production), T&T juga menambahkan materi Branding (baca: pelabelan) sebagai bagian dari upaya pengembangan pasar dan kampanye produk higienis. Melalui branding, diharapkan produsen akan memiliki nilai jual yang lebih selain juga bermanfaat untuk menjamin kelayakan produk bagi konsumen. Dan untuk meyakinkan hal tersebut, narasumber sengaja membeli dua bungkus jajanan merk Qtela yang diproduksi oleh Indofood, yang mana bahan dasarnya tak lain adalah tempe hasil produksi Pak Sohibien yang menjadi salah satu tempat tujuan study banding Kopti Jakarta Selatan tiga hari sebelumnya.

Sebagai penutup, Tim T&T mensosialisasikan keberadaan web blog (www.tnt-warehouse.co.cc) sebagai sarana informasi dan komunikasi terkait produksi tahu dan tempe. Dibantu oleh Loji, Ridha menjelaskan perihal manfaat dan kegunaan dari website atau blog . Ditambahkan pula bahwa saat ini Kopti Jakarta Selatan juga telah memiliki blog sendiri (www.kopti-jaksel.blogspot.com) yang bisa diakses setiap saat, untuk memberi update kegiatan, perkembangan usaha hingga daftar harga kedelai paling mutakhir (Loji).

KOPTI Jaksel Lakukan Study Banding di Kendal dan Semarang Jawa Tengah

Upaya KOPTI Jakarta Selatan untuk menggenjot motivasi anggotanya demi mau berubah dan memperbaiki pola produksi tahu dan tempe patut diacungi jempol. Sebanyak tidak kurang dari 50 anggota dan pengurus KOPTI sudah tampak bersiap untuk melakukan perjalanan cukup jauh pada 21 Oktober dini hari dengan tujuan Kendal dan Semarang untuk melakukan study banding pada rumah produksi seorang perajin tempe sukses di kota itu, Pak Sohibin, serta kantor KOPTI Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Turut dalam rombongan itu dua perwakilan team program T&T MercyCorps, Ridha dan Loji.

Kunjungan Ke KOPTI Kendal
Di Kendal, rombongan yang tiba sekitar pukul 10 pagi dengan mengendarai satu unit bus tersebut disambut dengan antusias oleh jajaran pengurus Kopti Kendal di kantornya. Dalam acara sharing yang digelar beberapa saat setelah itu, seorang pengurus Kopti Kendal sempat berseloroh, "Masak kelas enam mau study banding dengan kelas tiga..". Guyonan itu pun disambut tawa segar para hadirin. Berbicara dalam kesempatan tersebut Tohari dan Sutaryo mewakili pengurus Kopti Jaksel. Keduanya mengutarakan maksud dan tujuan acara kunjungan itu sebagai upaya untuk berbagi pengalaman dengan pengurus Kopti Kendal yang terhitung sebagai Kopti yang memiliki rating "diperhitungkan", dengan omset miliaran melalui usaha simpan pinjam dan suplay kedelai. Secara spesifik Sutaryo mengutarakan aspek usaha yang telah dilakukan oleh Kopti jakarta selatan dengan berbagai dinamikanya, selain juga menceritakan selayang pandang sejarah Kopti jaksel yang juga mengalami berbagai "badai" paska subsidi pemerintah sebagaimana juga banyak dialami Kopti-Kopti lainnya hingga akhirnya gulung tikar. Hal tersebut disampaikan Sutaryo untuk menjawab sebuah paparan pengantar seorang pengurus kopti kendal yang menyebut kopti Jaksel memiliki berbagai kemudahan karena berbasis di Ibukota negara.Hal lain yang menarik dari paparan Sutaryo adalah terkait upaya mendorong anggotanya mengganti peralatan lama dengan stainless stell dengan melakukan kerjasama dengan leasing. Dalam kaitan tersebut dia juga tak lupa menyebut MercyCorps sebagai mitra strategis yang selama ini hadir dalam upaya ikut mempromosikan produksi tahu dan tempe higienis di wilayah jakarta Selatan.

Ketua Kopti "Harum" Kendal, Rifai, secara umum menanggapi paparan Tohari dan Sutaryo dengan berusaha tetap merendah, "kami yang mustinya melakukan study banding, karena kelas kami masih di bawah kopti Jaksel yang baru saja mendapat predikat Kopti terbaik nasional urutan ke-tiga", kata Sutrisno, ketua Puskopti Jawa Tengah yang juga hadir dalam kesempatan itu. "Kami merasa tersanjung dan berterimakasih bisa berkesempatan melakukan sharing dengan bapak-bapak yang hadir di sini", tambahnya lagi. Ia juga menambahkan pentingnya untuk saling mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing lembaga untuk selanjutnya menjadi pelajaran dan pengalaman demi perbaikan bagi satu sama lain.
Dapur Produksi Tempe "Indofood" Sohibin
Sekitar pukul 1 siang rombongan pun segera berpamitan kepada seluruh pengurus Kopti Kendal untuk melanjutkan lawatan menuju kota berikutnya, Semarang. Tidak berbeda dari sebelumnya, ternyata di halaman rumah Pak Sohibin juga telah terpasang sebuah tenda ukuran sedang lengkap dengan tatanan kursi dan meja prasmanan plus hudangan makan siang yang menurut tuan rumah sudah dipersiapkan sejak dari pagi.

Dalam kesempatan tersebut, Sutaryo memulai sambutannya gengan memberi gambaran tentang profil pak Sohibin yang saat ini telah mampu berproduksi hingga 500kg kedelai perhari serta telah menjadi pemasok tempe bagi sebuah perusahaan makanan terbesar di Indonesia, Indofood. Turut menyambut dalam kesempatan itu Lurah setempat, Sohibien sendiri dan Ibu Nia, seorang peneliti dan pengurus Forum Tempe Indonesia (FTI) Jawa Tengah.

Dalam testimoninya sohibien menceritakan berbagai pengalamannya dari memulai usaha tempe dengan cara tradisional menggunakan drum oli hingga akhirnya memakai peralatan stainless. "Saya bukannya promosi loh ya.. tapi memakai stainless dan tidak itu perbedaannya sangat jelas. selain menjadi makin bersih, tempe kita juga bisa lebih enak di rasa dan lebih tahan lama. hal ini ditambah lagi dengan cara saya memasak yang sebanyak dua kali", katanya. "Saya dulu juga pakai drum bekas oli sebagaimana sebagian besar masih dipakai oleh perajin-perajin tempe. tapi setelah dikenalkan dengan stainless dan akhirnya mencoba perlahan-lahan produksi saya mulai terasa meningkat kualitasnya. Ketika Indofood menawarkan kerjasama dengan saya, maka saya pun berjuang bagaimana caranya mempertahankan kualitas dengan jumlah supplay yang diperlukan. maka saya pun mulai membenahi dapur dan gudang penyimpanan. Selain tetap menjual tempe untuk pasaran umum, supplay ke indofood bisa saya atasi dengan baik", kisah sohibien panjang lebar. Ridha yang ikut mendampingi Sohibien saat itu juga menambahkan berbagai keuntungan menggunakan stainless steel untuk perbaikan kualitas produksi tempe serta memberikan dorongan agar perajin dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan produk higienis yang semakin banyak dikehendaki masyarakat.

Setelah acara diskusi dan tanya jawab, rombongan diajak oleh sang empunya pabrik untuk mengunjungi tempat produksi. Dapur milik perajin itu tampak memang sangat bersih, luas dengan berbagai peralatan yang tersetup dengan rapih dan bersih. terdapat dua dandang ukuran superjumbo dengan empat titik lobang pembakaran gas, peniris otomatis serta berbagai peralatan pendukung lainnya. Setelah puas melihat-lihat sambil melontarkan berbagai pertanyaan kepada tuan rumah, rombongan selanjutnya diajak melihat gudang produksi yang terletak di tempat yang terpisah.

Pada gudang yang terbilang rapih dan cukup luas itu terdapat ratusan bungkus tempe yang sebagian telah siap untuk dikonsumsi. Dan benar saja, sebuah mobil milik PT. Indofood tampak sedang diparkir didepan gudang tersebut untuk melakukan pengambilan. "Sebagian akan segera dibawa ke Indofood untuk diproses", celetuk Sohibien. "Yang terpenting di sini tempe-tempe ini harus bisa benar-benar kuat. pengirisan yang dilakukan dengan tingkat ketipisan sebagaimana diinginkan Indofood menuntut tekstur tempe yang "keras" dan tidak 'protol' saat diiris", tambahnya lagi.

Sekitar pikul 5 sore hari rombongan terpaksa harus menyudahi keingintahuan mereka untuk selanjutnya bergegas menuju penginapan. Dalam perjalanan tersebut tak sedikit dari perajin yang saling melontarkan berbagai pendapatnya terkait dapur tempe kepunyaan Sohibien. Meski sebagian besar masih merasa terlampau jauh untuk bisa membandingkan diri, tapi toh hampir seluruh perajin yang turut dalam rombongan itu sudah pasti setuju bahwa Pak Sohibien pasti membutuhkan proses yang panjang untuk bisa menjadi seperti sekarang ini. Kepercayaan yang didapatnya dari Indofood pun tentu dengan pertimbangan yang benar-benar matang beralasan dan bukan sekedar lantaran nama Sohibien memiliki kemiripan pengucapan dengan kata Soybean yang yang berarti kacang kedelai, bahan dasar tempe. (Loji)

Kamis, 04 Agustus 2011

Rayakan 17-an, T&T berbagi Pengetahuan

JAKARTA, MC-T&T -- Hari Kemerdekaan RI ke-66 yang diperingati pada 17 Agustus 2011 disambut Tim T&T MercyCorps dengan menggelar workshop pembuatan tempe. Kegiatan yang hanya dibatasi untuk sejumlah kecil peserta ini rencananya akan dilaksanakan di rumah produksi tempe percontohan milik Sunoto yang berada di daerah Kramat Jati, Jakarta Timur. Dan sebagai alternatif kedua, sembari menunggu konfirmasi dari pihak yang bersangkutan pada opsi pertama, pelatihan dapat pula dilangsungkan di pabrik tempe Munziat di wilayah Margahayu, Bekasi Timur.

Menurut koordinator pelaksana, A. Suryana, agenda kegiatan tersebut rencananya akan dilaksanakan tepat pada hari peringatan kemerdekaan, Rabu (17/11).

"Kami berharap dapat memberi manfaat pada bangsa ini meski melalui kegiatan yang sederhana seperti workshop pembuatan tempe", ujarnya di sela jam istirahat di kantornya di bilangan Jl. Margasatwa Ragunan pagi ini.

"Sebagaimana kita pahami, selain lezat dan sarat dengan kandungan zat yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh, pada tempe juga terkandung nilai warisan budaya karena makanan ini asli berasal dari indonesia", lanjutnya lagi.

Dipilihnya pabrik Sunoto atau Munziat sebagai tempat pelaksanaan workshop tak lepas dari keberhasilan kedua pabrik tersebut dalam menerapkan pola produksi yang sesuai dengan standard higienis. Selain peralatan berbahan stainless steel, keduanya juga telah menggunakan gas sebagai bahan bakar sehingga proses produksi pun menjadi lebih efisien dan ramah terhadap lingkungan, baik untuk ruangan pabrik sendiri maupun lingkungan di sekitarnya. Nara sumber yang akan memandu proses pembuatan tempe ini pun terbilang sudah sangat kompeten di bidangnya, karena mereka tak lain adalah pemilik pabrik yang sepenuhnya notabene merupakan perajin dan pelaku langsung industri tempe higienis mitra dampingan program T&T MercyCorps Jakarta.

Workshop yang baru dibuka pendaftarannya pada hari ini (04/11) akan dilangsungkan selama satu hari, yang secara garis besar meliputi materi dari awal pengolahan kedelai mentah, perebusan, peragian hingga pengemasan. Meskipun peserta workshop tidak dibatasi pada kalangan tertentu saja, namun atas pertimbangan efektifitas materi dan kapasitas pabrik maka jumlah peserta pun terpaksa dibatasi dengan jumlah yang relatif kecil. "So, buruan. siapa cepat dia dapat!", kata A. Suryana menutup pembicaraan.[]Loji

Selasa, 26 Juli 2011

Tempe Pak Sunoto Mengikuti MEKAR Entrepreneur Network Event

MEKAR Entrepreneur Network, unit bisnis sosial dari Putera Sampoerna Foundation, memfasilitasi wirausahawan untuk bertemu dengan angel investor. Dalam acara yang digelar untuk mempertemukan jaringan usaha kecil dan menengah dengan berbagai potensi investasi dalam dan luar negeri tersebut digelar pada 21 Juli 2011 di Sampoerna Strategic Square, Jakarta.
Tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut T&T Program MercyCorps pun ikut berpartisipasi dengan mendisplay produk tempe higienis sembari pula mempertontontonkan dua peralatan produksi berbahan full stainless steel berupa dandang (drum) rebusan dan pemecah kulit kedelai.

"Sasaran utama kita adalah untuk lebih mensosialisasikan produk tahu dan tempe yang higienis, yang diproduksi melalui tahapan-tahapan yang sehat, efisien dan ramah terhadap lingkungan dengan menggunakan peralatan yang berstandard makanan seperti dandang dan gilingan stainless", tutur Irfansyah, Program Manager T&T MercyCorps dalam sebuah kesempatan.

"Kami berharap produk ini (tahu dan tempe) mampu dilihat sebagai potensi bisnis yang menjanjikan terutama salah satunya untuk pasar modern mengingat banyaknya produk tahu tempe yang diproses dengan cara-cara yang kurang sehat bahkan sama sekali jauh dari standard kelayakan produk makanan, seperti dipakainya drum bekas oli, sanitasi yang buruk, asupan zat campuran berbahaya dan lain-lain", lanjutnya.

Selain Program Tahu & Tempe, dalam event ini hadir pula program lain MercyCorps seperti OWOF dan KEBAL, yang berada pada boot tersendiri. Sementara T&T ramai disinggahi pengunjung pada acara yang berlangsung dari pagi sampai malam hari tersebut, dan sebagai konsekwensinya produk tempe milik Pak Sunoto yang dipajang sebagai sample produk bersama peralatan stainless, one pager program dan dua jenis buku saku pun akhirnya ludes diserbu oleh pengunjung. []Loji

Jumat, 29 April 2011

Dengan Peralatan Stainless, Tempe Jelas Lebih Higienis

Aplikasi peralatan produksi tahu tempe berbahan dasar stainless sebagai salah satu pilihan jalan dan solusi untuk menghasilkan produk tahu dan tempe yang lebih berkualiatas, higienis dan ramah lingkungan disambut baik oleh kalangan produsen yang sebelumnya masih menggunakan cara-cara konvensional yang dikenal cenderung “bawah standard makanan”. Hal ini tampak dari banyaknya pesanan peralatan stainless oleh para perajin melalui induk koperasinya masing-masing seperti terlihat dari penyelenggaraan Tahu Tempe Fair di Kopti Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.

Dari petikan berbagai interview oleh Tim T&T Mercycorps kepada beberapa perajin baik yang ada di Jakarta maupun Bekasi, rata-rata mereka menyatakan cukup puas dengan perubahan yang terlihat dari proses pembuatan dibanding dengan masa-masa sebelumnya.

Yo jelas beda, Mas”, ungkap Pak Sunoto ketika ditanya tentang perbandingan pemakaian drum stainless dengan drum bekas oli. “kalau memakai cara lama tentu prosesnya cenderung tidak bisa bersih. Selain itu dengan drum ini juga menjadi lebih mudah karena tidak harus nungging-nungging (menjorokkan tubuh ke dalam drum. Red), yang itu menyebabkan perajin menjadi gerah dan berkeringat deras yang tentunya bisa jatuh ke rebusan kedelai”, tambahnya sembari tertawa.

Seperti halnya Pak Noto, Nuraji, perajin tempe asal Kranggan, Bekasi tampak bersemangat sekali saat menjelaskan hasil percobaannya menggunakan drum stainless kepada salah seorang teman sesama perajin tempe beberapa hari lalu di rumahnya. “Aku baru seminggu memakai drum ini, tapi bener hasilnya pancen bedho banget (Jawa: memang sangat berbeda)”, ungkapnya dengan bahasa Jawa yang lugas. “saat penggodokan sudah tampak lebih putih dan bersih”, tambahnya lagi.

Baik Sunoto maupun Nuraji sudah menggunakan peralatan stainless dan telah merasakan manfaat peralatan tersebut untuk memperbaiki proses dan hasil produksinya, hal yang tentu diharapkan oleh perajin-perajin lainnya yang hendak mengaplikasikan. Dan untuk menjaga produksi tersebut keduanya pun sudah melakukan branding atau melabeli produknya dengan nama tertentu. Meski mengaku belum dapat sepenuhnya merasakan dampak label secara langsung, keduanya berharap bahwa proses ini akan dapat membantu memberi gambaran yang cukup jelas kepada masyarakat terhadap produk mereka serta menjadi investasi bagi standard kontrol kualitas atas produk mereka. Semoga.[L]

Kamis, 21 April 2011

Terapkan Manajemen di Usaha Tempe

Bermodal hanya Rp100.000, Cahardi membangun usaha tempe di pinggiran Ibu Kota, Jakarta. Niat tulus membantu orang tua dan saudara di kampung halaman. Penghasilannya per bulan kini setara dengan seorang manajer di sebuah perusahaan.

Kendati berusia muda, Cahardi (33 Tahun) tidak malu menuturkan kisah separuh hidupnya yang dihabiskan bersama tempe. Sebalikya, lelaki yang banyak guyon itu begitu semangat menjelaskan suka dukanya menjalani usaha makanan khas Indonesia ini.

Bermula pada tahun 1990 silam, Ardi begitu sapaan akrabnya merantau ke Jakarta selepas lulus SMP, mengikuti jejak kakaknya yang saat itu sudah berjualan tempe di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kesehariannya dihabiskan membantu sang kakak berjualan dengan imbalan uang sebesar Rp 3.000 per hari.

“Mengenal pembuatan tempe tahun 1990, tamat SMP saya ke Jakarta membantu kakak saya jualan di Pasar Minggu. Waktu itu saya mendapat upah hanya Rp 3.000. Untuk makan aja kurang, apa lagi yang lain, makannya biar irit, menu saya setiap hari tempe - tahu terus,” buka Ardi saat memulai wawancara dengan Bangkit Tani.

Selama lima tahun rutinitas tadi digeluti anak bungsu dari lima bersaudara itu. Keputusan membuka usaha sendiri pun tercetus, dari hasil pas-pasan tadi, Ardi mampu mensisihkan uang Rp 100.000 yang dijadikannya modal awal pembuatan tempe pribadi.

Keterbatasan dana, proses produksi pun dikerjakannya sendiri. Mulai dari membeli bahan baku, merebustempe3, merendam, mencuci hinggga memasarkan dilakoninya dengan niat hasilnya untuk membantu orang tua dan saudara di kampung halaman.

Pada tahun 1997 pria yang gemar berpetualang itu bergabung dengan KOPTI yang dapat membantunya soal pengadaan bahan baku dan permodalan. Ditambah sedikit pengetahuan manajemen keua­ngan, usahanya kini mulai memberikan hasil mengembirakan.

Dari kemampuan produksi yang tadinya hanya 20 - 25 kg kedelai. Saat ini tak kurang dari 1 kuintal per hari mampu diproduksi. “Kapasitas produksi saya se­karang minimal 1 kuintal per hari. Bersyukur dari hasil tempe, saya bisa membeli rumah, kendaraan dan membantu kepo­nakan sekolah,” ungkapnya.

Untuk pemasaran sekitar 800 potong tempe yang dihasilkannya, di jual sendiri di Pasar Minggu dengan harga jual Rp 2.000 per potong. Ada sekitar 70 pelanggan tetap yang menopang keberadaan usa­hanya. “Tantangan usaha itu paling kalau musim hujan tiba. Tempe harus lama di jemur dan sedihnya kalau hujanya malam hari. Bikin jualan jadi malas, tapi karena pelanggan harus dilayani, ya dilakoni aja meskipun hujan,” tutur Ardi.

Memuaskan pelanggan memang menjadi salah satu kiat usahanya selain menjaga mutu dan pelayanan. Karena jurus itulah, Ardi tetap bertahan dan menikmati usaha yang digeluti hampir 20 tahun itu. Selama itu pula dirinya jatuh hati dengan tempe. (Azis)

PROFIL
Nama   : Cahardi
Alamat : Jl. Gunuk V Rt 10/003 No.4 Pejaten Timur Pasar Minggu - Jakarta Selatan

Sumber: http://bangkittani.com/kiat-sukses/terapkan-manajemen-di-usaha-tempe/ 17 November 2009

Kamis, 07 April 2011

Wakil Menteri Perdagangan AS Terkagum-kagum Lihat Tahu dan Tempe

REPUBLIKA.CO.ID, CIPAYUNG -- Tahu dan Tempe panganan khas Indonesia dilirik oleh Pemerintah AS. Hal ini terbukti dari kunjungan Wakil Menteri Pertanian AS, Scuse, ke pabrik tahu tempe milik Primer Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Primkopti).

Scuse datang bersama rombongan ke pabrik tahu tempe yang beralamat di Rt 02/Rw06, Cipayung, Jakarta Timur itu sekitar pukul 14.30 WIB.

Tujuan ia dan rombongan datang ke Primkopti adalah untuk melihat secara langsung pembuatan tahu dan tempe. Indonesia merupakan negara pengimpor kedelai terbesar di dunia.

Agaknya inilah yang membuat Scuse heran untuk apa sebenarnya kedelai-kedelai tersebut digunakan. Terlebih lagi sebagian besar kedelai yang diimpor berasal dari Kanada, Argentina dan Brasil.

"Kami penasaran karena Indonesia selalu mengimpor kedelai dalam jumlah besar setiap tahunnya. Lalu kami memutuskan untuk berkunjung ke sini. Dan luar biasa, ternyata kedelai-kedelai dari negara kami digunakan untuk membuat tahu dan tempe," ucapnya.

Ia menambahkan kagum kagum terhadap bangsa Indonesia karena mampu mempertahankan warisan budaya bangsanya, berupa panganan khas ini.

Sumber: www.republika.co.id

Rabu, 23 Maret 2011

Faster is better

[ By Alique Nursholiqin ]  Every morning at 3:30, Ridwan starts making tempeh. He’s been doing this for almost 18 years.

“I was making tempeh when I am not yet married. It was in 1991,” the 39-year-old remembers. Today, he’s married to a 35-year-old woman named Isniyati and they have three children; Riski, Riska and Restu.

He feels pride as a tempeh maker, and also sells the tempeh that he produces. “Tempeh is from a Javanese ancestry tradition,” Ridwan says, adding that he originally came from Pekalongan, a north coastal part of Indonesia’s Central Java region.

Not long ago, I went to visit Ridwan at his house in the city of Bekasi to check on the new stove that he’s been using for almost two weeks to cook soybeans. This stove was built at his house as part of a pilot project for Mercy Corps’ Value Initiative Program, which helps small producers save costs as well as protect their environment.

The stove — which can burn using coconut husks and scrap wood as fuel — cooks food in about half the time as traditional cookstoves used in the area. This saves not only firewood, but time for small businessmen like Ridwan.

According to his wife Isniyati, who helps him cook the soybeans that go to make the tempeh, what once took three hours has now become an hour and thirty minutes. But Ridwan slyly insists that he can prepare a batch even more quickly, in as little time as an hour.

For a hard-working couple like Ridwan and Isniyati, who do all the work themselves as well as take care of the children and perform other household duties, every little bit helps. After all, making tempeh is an intensive three-day endeavor. The first day is the process of washing, cooking and packaging. The second day is fermentation process. Then, on the third day, the tempeh is ready to be sold.

While working in his tempeh kitchen, Ridwan talks to me about his work, and how he came to rely on tempeh making to earn a living. In the beginning, he was only as a worker who helped his relatives. He began to learn much about the process of making tempeh in these days, with an eye on one day starting his own business. Working hard for a few years, Ridwan was finally able to save and buy his own tempeh making equipment.

Today, his tempeh production capacity is 100 kilograms of soybeans per day. Comparatively, this is a small production level for local tempeh makers. That amount of soybeans can make tempeh for 22 trays, each of which contain 24 to 26 pieces He sells his tempeh for 1,500 Indonesian rupiah — about U.S. $0.15 — per piece.

If he all his tempeh sells out in a day, he can bring in 850,000 rupiah — or around U.S. $85 in gross income. The cost of production lowers his revenue to about U.S. $66, still more than enough to feed his family, provide for household needs and save a little.

“The rest is for our children’s future," Ridwan says.

Through introduction of these improved stoves to small producers in the area, Mercy Corps is helping save time, money and the environment — which is making a difference for tempeh makers like Ridwan.

“I feel satisfied with the new stove that it is faster and better, with less time to cook soybeans that can reduce my work time to make tempeh,” he says. “Now I can rest more and be with my kids”.


 


Silahkan copas [CODE]
diatas. Shout to tell us,
'n kami akan linkback:)


Tahu Tempe